Pages - Menu

Saturday 18 August 2012

Lebih Cepat Dari Suara


     Siapa sangka manusia bisa menghasilkan teknologi pesawat yang mampu meluncur pada kecepatan yang melebihi kecepatan suara. Pesawat super cepat sudah begitu banyak mempesona dunia dengan kecepatannya. Kini bahkan pesawat yang lebih cepat lagi sedang dikembangkan untuk menjalankan berbagai misi ke ruang angkasa. Pesawat hipersonik! Bagaimana pesawat ini bisa bergerak melebihi kecepatan suara?

Rahasianya terletak pada mesin scramjet (supersonic combustion ramjet) yang dirancang khusus untuk menghasilkan tenaga pendorong yang dapat memungkinkan pesawat untuk meluncur pada kecepatan super tinggi itu. Pesawat-pesawat hipersonik ini bisa melesat pada kecepatan mencapai Mach 10. Mach merupakan ukuran kecepatan pesawat yang dinyatakan sebagai rasio perbandingan kecepatan pesawat terhadap kecepatan suara. Mach 10 menandakan bahwa kecepatan pesawat tersebut adalah sepuluh kali lipat kecepatan suara!

Mesin ramjet dan scramjet merupakan mesin yang bisa memanfaatkan udara (air-breathing engine) di sekitarnya sehingga tidak memerlukan bahan oksidator dalam jumlah berlimpah seperti pada mesin pesawat konvensional. Mesin pesawat konvensional sebenarnya merupakan mesin yang mengaplikasikan konsep Aksi-Reaksi (Hukum Ketiga Newton tentang Gerak). Menurut Isaac Newton, setiap aksi selalu mendapatkan reaksi yang besarnya sama tetapi pada arah yang berlawanan. Mesin mengeluarkan aksi sehingga mesin tersebut mendapat reaksi yang besarnya sama dengan aksi yang dihasilkan tadi, tetapi pada arah berlawanan. Desain bentuk badan dan sayap pesawat juga mempengaruhi besarnya gaya aksi yang dihasilkan. Pesawat bisa terangkat dan meluncur dengan kecepatan sangat tinggi karena adanya gaya reaksi yang didapatkan pesawat.


Mesin mengeluarkan aksi dengan cara menyemprotkan sejumlah massa gas tekanan tinggi. Gas tekanan tinggi yang disemprotkan keluar ini merupakan hasil pembakaran bahan bakar cair atau padat. Mula-mula bahan bakar beserta oksidator cair dimasukkan ke dalam ruang pembakaran, kemudian oksidator cair membakar bahan bakar hidrogen atau hidrokarbon (proses pembakaran mempercepat massa bahan bakar sehingga mengubah fasa bahan bakar dari cair atau padat menjadi gas bertekanan tinggi). Massa gas yang dihasilkan sama dengan massa bahan bakar yang dibakar (massanya tidak berkurang atau bertambah, hanya fasanya saja yang berubah).

Gas yang dihasilkan ini tidak hanya memiliki tekanan yang tinggi, tetapi juga memiliki kecepatan yang sangat tinggi. Aliran gas ini kemudian melalui mulut pipa (exhaust) yang semakin menambah kecepatan keluarannya. Bahan bakar dan oksidator cair yang dibutuhkan tidak sedikit. Bahan-bahan ini biasanya menambah berat pesawat sehingga memperbesar biaya yang harus dikeluarkan untuk mengoperasikan mesin yang bisa menghasilkan gaya yang semakin besar (agar bisa mengatasi gaya tarik gravitasi). Karena semakin berat, kecepatan maksimum yang bisa dicapai pun semakin kecil. Ini berarti untuk meningkatkan kecepatan maksimum yang bisa dicapai bahan bakar dan oksidator cair harus ditambah agar menghasilkan gaya lebih besar lagi. Tetapi penambahan ini juga berakibat pada semakin bertambahnya berat total. Walaupun secara total kecepatannya maksimalnya bisa ditingkatkan, biaya yang harus dikeluarkan sangat besar. Karena itulah pada pesawat hipersonik yang ultra cepat ini mesin yang digunakan adalah airbreathing engine.

Pada dasarnya mesin ini mirip dengan mesin turbojet biasa tetapi tanpa komponen yang aktif bergerak (misalnya kipas). Keunggulan pesawat yang menggunakan mesin scramjet ini terletak pada penggunaan bahan oksidatornya. Pesawat ini tidak perlu membawa bahan oksidator (oksigen) seperti pesawat atau roket konvensional. Bahan oksidatornya adalah udara sekeliling yang tersedia dalam jumlah berlimpah dan gratis! Selama meluncur di udara, mesin pesawat ‘menghirup’ oksigen yang terkandung di udara sehingga oksigen itu bisa digunakan untuk membakar bahan bakar. Praktis dan mengurangi beban!



Mesin scramjet (Gambar 1) menyedot udara di atmosfer saat sedang melaju pada kecepatan hipersonik. Udara ini kemudian dikompresi dan kecepatannya diturunkan sedikit (berbeda dengan mesin ramjet biasa yang menurunkan kecepatan udara sampai kecepatan subsonik) sampai mencapai rasio tekanan yang cukup tinggi untuk proses pembakaran. Setelah melewati ruang kompresi, udara bertemu dengan bahan bakar yang tersedia. Oksigen dalam udara langsung membakarnya sehingga terbentuk gas panas yang dikeluarkan melalui exhaust. Gas panas berkecepatan tinggi ini merupakan komponen aksi, sama seperti mesin roket biasa. Adanya aksi ini menyebabkan mesin pesawat mendapatkan reaksi yang besarnya sama dengan gaya aksinya sehingga pesawat bisa melaju ke depan.

Penyedotan udara dari atmosfer hanya bisa dilakukan saat pesawat sedang melaju pada kecepatan hipersonik karena mesinnya sama sekali tidak memiliki kipas yang bisa menyedot udara. Jika kecepatannya kurang (beda tekanannya tidak cukup tinggi) udara yang disedot masuk ke mesin dapat tertarik keluar kembali (tidak jadi tersedot). Hal ini sangat berbahaya karena bisa menghancurkan pesawat. Ini berarti pesawat harus dibantu dengan roket konvensional saat lepas landas (tidak bisa lepas landas sendiri). Roket membawa pesawat hingga mencapai kecepatan hipersonik, kemudian roket dilepaskan dan mesin scramjet mulai menyedot udara sehingga pesawat bisa bergerak sendiri.

Badan pesawat dirancang khusus untuk mendukung sistem propulsinya. Bagian bawah pesawat dibentuk sedemikian rupa sehingga bagian depannya membantu proses penyedotan udara ke mesin dan bagian belakangnya membantu proses ekspansi (mempercepat) gas keluaran sehingga pesawat mendapatkan gaya dorong (thrust) yang semakin besar. Dengan demikian udara yang masuk ke mesin sudah mulai mengalami kompresi dan perlambatan saat mengalir di permukaan bawah bagian depan pesawat.

Selain desain mesin dan badan pesawat, masih ada hal penting lainnya yang harus diperhatikan supaya pesawat hipersonik ini dapat melaju dengan mulus tanpa gangguan. Salah satunya adalah besarnya angle of attack (sudut antara permukaan sayap pesawat dengan garis horisontal). Angle of attack harus diperhitungkan dengan sangat teliti agar turbulensi udara yang terjadi (di bagian belakang sayap pesawat) dapat membantu lajunya pesawat, tetapi tidak terlalu tinggi sehingga bisa mengacaukan kendali pesawat saat meluncur pada kecepatan ultra tinggi itu. Semakin tinggi kecepatannya semakin sensitif pesawat sehingga semakin rentan terhadap kemungkinan slip dan hilang kendali.

Pesawat-pesawat hipersonik direncanakan untuk digunakan dalam misi-misi ke luar angkasa. Dengan pesawat yang relatif lebih ringan (karena tidak membawa bahan oksidator) ini biaya yang dibutuhkan dapat ditekan. Kecepatan hipersoniknya memungkinkannya mencapai lokasi yang lebih jauh dari pesawat-pesawat luar angkasa konvensional. NASA (National Aeronautics and Space Administration) sangat optimis bahwa pesawat-pesawat hipersonik merupakan alternatif yang lebih aman, lebih fleksibel, dan lebih murah untuk mengirimkan para astronotnya ke luar angkasa. Pesawat-pesawat hipersonik ini juga dapat digunakan untuk mengangkut kargo ke luar angkasa dengan lebih praktis dan ekonomis. Berbagai unit uji coba (prototype) telah diluncurkan NASA untuk mendapatkan gambaran kinerja dan tingkat keamanan pesawat ini. Konsep penerbangan pada kecepatan hipersonik ini sudah diminati NASA sejak awal tahun 1950. Pesawat X-7 merupakan proyek hipersonik skala besar pertama yang diluncurkan NASA (tahun 1951). Program yang berlangsung selama sembilan tahun ini mencapai kecepatan maksimum Mach 4,31. Data-data dari proyek ini menjadi acuan para peneliti untuk mengembangkan ramjet, dan selanjutnya scramjet. Kini masa depan teknologi hipersonik ini semakin cerah dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan. Dalam beberapa tahun mendatang NASA sudah bisa mengirimkan pesawat-pesawat ini menjalankan misinya di luar angkasa. (Yohanes Surya)

Ditulis oleh Prof. Yohanes Surya Ph.D 
sumber: www.yohanessurya.com

No comments:

Post a Comment