Setelah kita membahas banyak mengenai
diferensiasi sosial, kini kita membahas pengelompokan masyarakat dengan
menggunakan pola stratifikasi sosial. Apakah yang dimaksud dengan stratifikasi
sosial? Apakah perbedaannya dengan diferensiasi sosial? Mari kita simak paparan
berikut ini.
Karena Saya Mendapat tugas sosial, maka langsung saya share aja deh. Mari kita simak paparan berikut ini.
1. Pengertian Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat di
mana kamu tinggal, kamu dapat menjumpai orang-orang yang termasuk golongan
kaya, sedang, dan miskin. Penggolongan tersebut menunjukkan bahwa di dalam
masyarakat terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain.
Dalam sosiologi, pengelompokan masyarakat berdasarkan
tingkatan-tingkatan tertentu itu disebut dengan stratifikasi sosial.
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial secara umum dapat diartikan sebagai
pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal. Stratifikasi
sosial merupakan gejal sosial yang sifatnya umum pada setiap masyarakat. Bahkan
pada zaman Yunani Kuno, Aristoteles (384–322 SM) telah menyatakan bahwa di dalam
tiap-tiap negara selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang kaya sekali,
mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. Setelah kamu
memahami pengertian stratifikasi sosial secara umum, kini cobalah untuk
menyimak pendapat beberapa ahli tentang stratifikasi sosial.
a. Pitirim A. Sorokin
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke
dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
lapisan-lapisan di dalam masyarakat. Setiap lapisan itu disebut dengan strata
sosial. Ditambahkan bahwa stratifikasi sosial merupakan ciri yang tetap pada
setiap kelompok sosial yang teratur. Lapisanlapisan di dalam masyarakat memang
tidak jelas batasbatasnya, tetapi tampak bahwa setiap lapisan akan terdiri atas
individu-individu yang mempunyai tingkatan atau strata sosial yang secara
relatif adalah sama.
b. P.J. Bouman
Stratifikasi sosial adalah golongan manusia dengan ditandai
suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa yang tertentu dan
karena itu menuntut gengsi kemasyarakatan.
c. Soerjono Soekanto
Stratifikasi sosial adalah pembedaan posisi seseorang atau
kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda secara vertikal.
d. Bruce J. Cohen
Stratifikasi sosial adalah sistem yang menempatkan seseorang
sesuai dengan kualitas yang dimiliki dan menempatkan mereka pada kelas sosial
yang sesuai.
e. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt
Stratifikasi sosial adalah sistem perbedaan status yang berlaku
dalam suatu masyarakat.
2. Ukuran sebagai Dasar Pembentukan Stratifikasi
Sosial
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi dalam bukunya “Setangkai Bunga Sosiologi”
menyatakan bahwa selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai, maka dengan
sendirinya pelapisan sosial akan terjadi. Ukuran atau kriteria yang menonjol
atau dominan sebagai dasar pembentukan stratifikasi social adalah ukuran
kekayaan, kekuasaan dan wewenang, kehormatan, serta ilmu pengetahuan.
a. Ukuran kekayaan adalah kepemilikan harta benda seseorang dilihat dari jumlah dan
materiil saja. Biasanya orang yang memiliki harta dalam jumlah yang besar akan
menempati posisi teratas dalam penggolongan masyarakat berdasarkan kriteria
ini.
b. Ukuran kekuasaan dan wewenang adalah kepemilikan kekuatan atau powerseseorang dalam mengatur dan menguasai sumber produksi atau
pemerintahan. Biasanya ukuran ini dikaitkan dengan kedudukan atau status social
seseorang dalam bidang politik.
c. Ukuran kehormatan dapat diukur dari gelar kebangsawanan atau dapat pula diukur
dari sisi kekayaan materiil. Orang yang mempunyai gelar kebangsawanan yang
menyertai namanya, seperti raden, raden mas, atau raden ajeng akan menduduki
strata teratas dalam masyarakat.
d. Ukuran ilmu pengetahuan, artinya ukuran kepemilikan seseorang atau penguasaan seseorang
dalam hal ilmu pengetahuan. Kriteria ini dapat pula disebut sebagai ukuran
kepandaian dalam kualitas. Berdasarkan ukuran ini, orang yang berpendidikan
tinggi, misalnya seorang sarjana akan menempati posisi teratas dalam
stratifikasi sosial di masyarakat.
Secara luas, kriteria umum penentuan seseorang dalam
stratifikasi sosial adalah sebagai berikut.
a. Kekayaan dalam berbagai bentuk yang diketahui oleh masyarakat
diukur dalam kuantitas atau dinyatakan secara kualitatif.
b. Daya guna fungsional perorangan dalam hal pekerjaan.
c. Keturunan yang menunjukkan reputasi keluarga, lamanya tinggal
atau berdiam di suatu tempat, latar belakang rasial atau etnis, dan kebangsaan.
d. Agama yang menunjukkan tingkat kesalehan seseorang dalam
menjalankan ajaran agamanya.
e. Ciri-ciri biologis, termasuk umur dan jenis kelamin.
Stratifikasi sosial di dalam masyarakat dapat terjadi dengan
sendirinya dalam proses perkembangan masyarakat dan dapat pula secara sengaja
ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
a. Stratifikasi Sosial yang Terjadi dengan Sendirinya
Beberapa ukuran yang digunakan untuk menempatkan seseorang dalam
strata tertentu pada stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya di antaranya
adalah sebagai berikut.
1) Kepandaian seseorang atau kepemilikan ilmu pengetahuan.
2) Tingkat umur atau aspek senioritas.
3) Sifat keaslian.
4) Harta atau kekayaan.
5) Keturunan.
6) Adanya pertentangan dalam masyarakat.
Contoh stratifikasi yang terjadi dengan sendirinya adalah pada
masyarakat kerajaan, di mana orang yang masih keturunan raja akan menempati
lapisan yang tertinggi.
b. Stratifikasi Sosial yang Sengaja Disusun untuk Mengejar
Tujuan Tertentu
Stratifikasi sosial yang sengaja disusun untuk mengejar
tujuan-tujuan tertentu biasanya berkaitan dengan pembagian kekuasaan dan
wewenang dalam suatu organisasi formal (resmi), seperti birokrasi pemerintah,
universitas, sekolah, partai politik, perusahaan, dan lain sebagainya.
Dalam stratifikasi sosial yang sengaja disusun terdapat berbagai
cara untuk menentukan atau menetapkan kedudukan seseorang dalam strata
tertentu, antara lain sebagai berikut.
1) Upacara peresmian atau pengangkatan.
2) Pemberian lambang atau tanda-tanda kehormatan.
3) Pemberian nama-nama jabatan atau pangkat.
4) Sistem upah atau gaji berdasarkan golongan atau pangkat.
5) Wewenang dan kekuasaan yang disertai pembatasanpembatasan
dalam pelaksanaannya.
3. Faktor Pendorong Terciptanya Stratifikasi Sosial
Beberapa kondisi umum yang mendorong terciptanya stratifikasi
sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Perbedaan ras dan budaya. Ketidaksamaan ciri biologis,
seperti warna kulit, latar belakang etnis, dan budaya telah mengarah pada
lahirnya stratifikasi dalam masyarakat. Dalam hal ini biasanya akan terjadi
penguasaan grup yang satu terhadap grup yang lain.
b. Pembagian tugas dalam hampir semua masyarakat menunjukkan
sistem pembagian tugas yang bersifat spesialisasi. Posisi-posisi dalam
spesialisasi ini berkaitan dengan perbedaan fungsi stratifikasi dan kekuasaan
dari order sosial yang muncul.
c. Kejarangan. Stratifikasi lambat laun terjadi, karena alokasi
hak dan kekuasaan yang jarang atau langka. Kelangkaan ini terasa apabila
masyarakat mulai membedakan posisi, alatalat kekuasaan, dan fungsi-fungsi yang
ada dalam waktu yang sama. Jadi, suatu kondisi yang mengandung perbedaan hak
dan kesempatan di antara para anggota dapat menciptakan stratifikasi.
Sementara itu, Koentjaraningrat mengatakan ada tujuh hal yang dapat
mengakibatkan atau melahirkan stratifikasi social dalam masyarakat, yaitu
sebagai berikut.
a. Kualitas dan kepandaian.
b. Kekuasaan dan pengaruhnya.
c. Pangkat dan jabatan.
d. Kekayaan harta benda.
e. Tingkat umur yang berbeda.
f. Sifat keaslian.
g. Keanggotaan kaum kerabat kepala masyarakat.
Menurut Max Webber, pelapisan sosial atau stratifikasi social ditandai
dengan adanya beberapa hal berikut ini.
a. Persamaan dalam hal peluang untuk hidup atau nasib. Peluang
untuk hidup masing-masing orang ditentukan oleh kepentingan ekonomi yang berupa
penguasaan barang serta
kesempatan memperoleh penghasilan dalam kehidupan.
b. Dimensi kehormatan, maksudnya manusia dikelompokkan dalam
kelompok-kelompok berdasarkan peluang untuk hidup yang ditentukan oleh ukuran
kehormatan. Persamaan kehormatan status terutama dinyatakan melalui persamaan
gaya hidup.
c. Kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan menurut Webber adalah
suatu peluang bagi seseorang atau sejumlah orang untuk mewujudkan keinginan
mereka sendiri melalui suatu tindakan komunal, meskipun mengalami pertentangan
dari orang lain yang ikut serta dalam tindakan komunal tersebut.
4. Sifat-Sifat Stratifikasi Sosial
Dilihat dari sifatnya, kita mengenal dua sistem stratifikasi
sosial, yaitu sistem stratifikasi sosial tertutup dan system stratifikasi
sosial terbuka.
a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Close Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial tertutup ini membatasi atau tidak
memberi kemungkinan seseorang untuk pindah dari suatu lapisan ke lapisan sosial
yang lainnya, baik ke atas maupun ke bawah. Dalam sistem ini, satu-satunya
jalan untuk masuk menjadi anggota dari suatu strata tertentu dalam masyarakat
adalah dengan kriteria kelahiran. Dengan kata lain, anggota kelompok dalam satu
strata tidak mudah untuk melakukan mobilitas atau gerak sosial yang bersifat
vertikal, baik naik maupun turun. Dalam hal ini anggota kelompok hanya dapat
melakukan mobilitas yang bersifat horizontal.
Salah satu contoh sistem stratifikasi sosial tertutup adalah
sistem kasta pada masyarakat Bali. Di Bali, seseorang yang sudah menempati
kasta tertentu sangat sulit, bahkan tidak bisa pindah ke kasta yang lain.
Seorang anggota kasta teratas sangat sulit untuk pindah ke kasta yang ada di
bawahnya, kecuali ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh anggota tersebut.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Open Social Stratification)
Sistem stratifikasi sosial terbuka ini memberi kemungkinan
kepada seseorang untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan yang lainnya, baik
ke atas maupun ke bawah sesuai dengan kecakapan, perjuangan, maupun usaha
lainnya. Atau bagi mereka yang tidak beruntung akan jatuh dari lapisan atas ke
lapisan di bawahnya. Pada sistem ini justru akan memberikan rangsangan yang
lebih besar kepada setiap anggota masyarakat, untuk dijadikan landasan
pembangunan dari sistem yang tertutup.
Dengan kata lain, masyarakat dengan sistem pelapisan social yang
bersifat terbuka ini akan lebih mudah melakukan gerak mobilitas sosial, baik
horizontal maupun vertikal. Tentu saja sesuai dengan besarnya usaha dan
pengorbanan yang dikeluarkan untuk mencapai strata tertentu. Sistem
stratifikasi sosial pada masyarakat terbuka didorong oleh beberapa faktor
berikut ini.
1) Perbedaan Ras dan Sistem Nilai Budaya (Adat Istiadat)
Perbedaan ini menyangkut warna kulit, bentuk tubuh, dan latar
belakang suku bangsa. Perbedaan ini mem-
2) Pembagian Tugas (Spesialisasi) Spesialisasi ini menyebabkan terjadinya
perbedaan fungsi stratifikasi dan
kekuasaan dalam suatu sistem kerja kelompok.
3) Kelangkaan Hak dan Kewajiban
Apabila pembagian hak dan kewajiban tidak merata, maka yang akan
terjadi adalah kelangkaan yang menyangkut stratifikasi sosial di dalam
masyarakat.
5. Unsur-Unsur Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat
Dalam suatu masyarakat, stratifikasi sosial terdiri atas dua
unsur, yaitu kedudukan (status) dan peranan (role).
A. Kedudukan (Status)
Status atau kedudukan adalah posisi sosial yang merupakan tempat
di mana seseorang menjalankan kewajibankewajiban dan berbagai aktivitas lain,
yang sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk menanamkan
harapan-harapan. Dengan kata lain status merupakan posisi sosial seseorang
dalam suatu hierarki.
Ada beberapa kriteria penentuan status seperti dikatakan oleh Talcott Parsons, yang menyebutkan ada lima criteria yang
digunakan untuk menentukan status atau kedudukan seseorang dalam masyarakat,
yaitu kelahiran, mutu pribadi, prestasi, pemilikan, dan otoritas.
Sementara itu, Ralph Linton mengatakan bahwa dalam kehidupan masyarakat
kita mengenal tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.
1) Ascribed
Status
Ascribed status merupakan status yang diperoleh seseorang tanpa usaha tertentu.
Status sosial ini biasanya diperoleh karena warisan, keturunan, atau kelahiran.
Contohnya seorang anak yang lahir dari lingkungan bangsawan, tanpa harus berusaha,
dengan sendirinya ia sudah memiliki status sebagai bangsawan.
2) Achieved
Status
Status ini diperoleh karena suatu prestasi tertentu. Atau dengan
kata lain status ini diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada
kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya.
Misalnya seseorang dapat menjadi hakim setelah menyelesaikan kuliah di Fakultas
Hukum dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang memerlukan usaha-usaha
tertentu.
3) Assigned
Status
Assigned status adalah status yang dimiliki seseorang karena jasa-jasanya
terhadap pihak lain. Karena jasanya tersebut, orang diberi status khusus oleh
orang atau kelompok tersebut. Misalnya gelar-gelar seperti pahlawan revolusi,
peraih kalpataru atau adipura, dan lainnya.
B. Peranan (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Dalam
kehidupan di masyarakat, peranan diartikan sebagai perilaku yang diharapkan
oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang
dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan
tanpa status, dan tidak ada status tanpa peranan.
Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan
antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Ada tiga hal yang tercakup
dalam peranan, yaitu sebagai berikut.
1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
2) Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat
dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3) Peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi
struktur sosial masyarakat.
Setiap manusia memiliki status atau kedudukan dan peranan sosial
tertentu sesuai dengan struktur sosial dan pola-pola pergaulan hidup di
masyarakat. Dalam setiap struktur, ia memiliki kedudukan dan menjalankan
peranannya sesuai dengan kedudukannya tersebut. Kedudukan dan peranan mencakup
tiap-tiap unsur dan struktur sosial. Jadi, kedudukan menentukan peran, dan
peran menentukan perbuatan (perilaku). Dengan kata lain, kedudukan dan peranan
menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat, serta kesempatan-kesempatan
apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak kedudukan dan peranan
seseorang, semakin beragam pula interaksinya dengan orang lain. Interaksi
seseorang berada dalam struktur hierarki, sedangkan peranannya berada dalam
setiap unsur-unsur social tadi. Jadi hubungan antara status dan peranan adalah
bahwastatus atau kedudukan merupakan posisi seseorang dalam struktur hierarki,
sedangkan peranan merupakan perilaku actual dari status.
6. Bentuk-Bentuk Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat terdapat berbagai bentuk stratifikasi sosial.
Bentuk itu akan dipengaruhi oleh kriteria atau faktor apa yang dijadikan dasar.
Berikut ini akan kita pelajari beberapa bentuk stratifikasi sosial menurut
beberapa kriteria, yaitu ekonomi, sosial, dan politik.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan
penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi. Dalam
hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah, serta
ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan menggunakan
kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi
anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas sosial dalam
masyarakat.
Menurut Max Webber, stratifikasi sosial berdasarkan criteria
ekonomi membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan
tanah dan benda-benda. Kelaskelas tersebut adalah kelas atas (upper class),
kelas menegah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu
hal yang perlu diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi
ini bersifat terbuka. Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas
bawah untuk naik ke kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang
berada pada kelas atas untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah.
Hal ini tergantung pada kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan. Salah
satu contoh stratifikasi sosial berdasarkan factor ekonomi adalah pemilikan
tanah di lingkungan pertanian pada masyarakat Indonesia. Wujud stratifikasi
sosialnya adalah petani pemilik tanah, petani penyewa dan penggarap, serta
buruh tani.
1) Petani pemilik tanah dibagi dalam lapisan-lapisan berikut
ini.
a) Petani pemilik tanah lebih dari 2 hektar.
b) Petani pemilik tanah antara 1–2 hektar.
c) Petani pemilik tanah antara 0,25–1 hektar.
d) Petani pemilik tanah kurang dari 0,25 hektar.
2) Petani penyewa dan petani penggarap, yaitu mereka yang
menyewa dan menggarap tanah milik petani pemilik tanah yang biasanya
menggunakan sistem bagi hasil.
3) Buruh tani, yaitu tenaga yang bekerja pada para pemilik
tanah, petani penyewa, petani penggarap, atau pedagang yang biasanya membeli
padi di sawah.
b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Pada umumnya, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ini
bersifat tertutup. Stratifikasi sosial demikian umumnya terdapat dalam
masyarakat feodal, masyarakat kasta, dan masyarakat rasial.
1) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Feodal
Masyarakat feodal merupakan masyarakat pada situasi praindustri,
yang menurut sejarahnya merupakan perubahan dari ikatan budak atau hamba sahaya
dengan tuan tanah. Hubungan antara kedua golongan itu menjadi hubungan antara
yang memerintah dengan yan diperintah, dan interaksinya sangat terbatas.
Kemudian semangat feodalisme ini oleh kaum penjajah diterapkan di Indonesia dan
terjadilah perpecahan antargolongan, sehingga pada masyarakat feodal terjadi
stratifikasi social sebagai berikut.
a) Golongan atas, terdiri dari keturunan raja dan ningrat.
b) Golongan menengah, terdiri dari golongan prajurit dan pegawai
pemerintahan.
c) Golongan bawah, terdiri dari golongan rakyat biasa.
2) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Kasta
Masyarakat kasta menuntut pembedaan antargolongan yang lebih
tegas lagi. Hubungan antargolongan adalah tabu, tertutup, bahkan dapat dihukum
masyarakatnya. Hal demikian terjadi pada masyarakat kasta di India. Istilah
untuk kasta di India adalah yati, dan sistemnya disebut dengan varna. Menurut kitab Reg Weda dalam masyarakat India Kuno dijumpai
empat varna yang tersusun secara hierarkis dari atas ke bawah, yaitu
brahmana,ksatria, vaisya, dan sudra. Kasta brahmana adalah kasta yang
terdiri atas para pendeta dan dipandang sebagai kasta tertinggi. Ksatria
merupakan kasta yang terdiri atas para bangsawan dan tentara, serta dipandang
sebagai kelas kedua. Vaisya merupakan kasta yang terdiri atas para pedagang,
dan dipandang sebagai lapisan ketiga.
Sedangkan sudra merupakan kasta yang terdiri atas orangorang
biasa (rakyat jelata). Di samping itu terdapat orangorang yang tidak berkasta
atau tidak termasuk ke dalam varna. Mereka itu adalah golongan paria.
Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan bahwa
ciri-ciri kasta adalah sebagai berikut.
a) Keanggotaan berdasarkan kewarisan atau kelahiran. Dalam
kasta, kualitas seseorang tidak menjadi sebuah perhitungan.
b) Keanggotaan berlangsung seumur hidup, kecuali jika
dikeluarkan dari kastanya.
c) Perkawinan bersifat endogen dan harus dipilih orang yang
sekasta. Seorang laki-laki dapat menikah dengan perempuan yang kastanya lebih
rendah, tetapi tidak dapat menikah dengan perempuan yang memiliki kasta lebih
tinggi.
d) Hubungan antarkasta dengan kelompok sosial lainnya sangat
terbatas.
e) Kesadaran keanggotaan suatu kasta tampak nyata antara lain
pada nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, dan penyesuaian yang ketat
terhadap norma kasta.
f) Terikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional
ditetapkan. Artinya kasta yang lebih rendah kurang mendapatkan akses dalam
bidang pendidikan dan kesejahteraan, apalagi menduduki jabatan penting dalam
pemerintahan.
g) Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
h) Kasta yang lebih rendah merupakan bagian dari kasta yang
lebih tinggi, sehingga dalam kesehariannya dapat dikendalikan secara
terus-menerus.
Di Indonesia, stratifikasi sosial berdasarkan kasta dapat kita
jumpai pada masyarakat Bali. Namun demikian, pengkastaannya tidak terlalu kaku
dan tertutup seperti halnya di India. Pengkastaan di Bali disebut dengan wangsa. Adapun stratifikasi sosialnya adalah sebagai berikut.
a) Brahmana,
merupakan tingkatan kasta tertinggi di Bali. Biasanya kasta ini diduduki oleh
para pemuka agama. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini adalah
Ida Bagus untuk laki-laki dan Ida Ayu untuk perempuan.
b) Ksatria,
merupakan tingkatan kedua setelah brahmana. Biasanya yang menduduki kasta ini
adalah para bangsawan. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini
adalah Cokorda, Dewa, atau Ngahan.
c) Waisya,
merupakan tingkatan ketiga setelah ksatria. Biasanya yang menduduki kasta ini
adalah para pedagang. Gelar bagi orang-orang yang termasuk dalam kasta ini
adalah Bagus atau Gusti.
d) Sudra,
merupakan tingkatan paling rendah dalam sistem kasta di Bali. Biasanya kasta
ini diduduki oleh para pekerja atau buruh. Gelar bagi orang-orang yang termasuk
dalam kasta ini adalah Pande, Kbon, atau Pasek.
3) Stratifikasi Sosial pada Masyarakat Rasial
Masyarakat rasial adalah masyarakat yang mengenal perbedaan
warna kulit. Sistem stratifikasi ini pernah terjadi di Afrika Selatan, di mana
ras kulit putih lebih unggul jika dibandingkan dengan ras kulit hitam.
Perbedaan warna kulit di Afrika Selatan pada waktu itu memengaruhi berbagai
bidang kehidupan yang kemudian disebut dengan politikapartheid. Dalam
politik apartheid, seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatan,
pendidikan, perumahan, bahkan pekerjaan ditentukan apakah orang itu termasuk
kulit putih ataukah kulit hitam. Walaupun ras kulit putih termasuk golongan
minoritas, namun mereka menduduki posisi yang terhormat dibandingkan dengan ras
kulit hitam yang mayoritas. Untuk mempertahankan dominasi kekuasaan ekonomi dan
politik, ras kulit putih mengembangkan teori rasisme disertai dengan tindakan
di luar perikemanusiaan.
c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria politik berhubungan
dengan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat, di mana ada pihak yang
dikuasai, dan ada pihak yang menguasai. Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat
tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan polanya masing-masing. Tetapi, pada
umumnya ada satu pola umum yang ada dalam setiap masyarakat. Meskipun perubahan
yang dialami masyarakat itu menyebabkan lahirnya pola baru, namun pola umum
tersebut akan selalu muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya.
Bentuk dan sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat
istiadat dan pola perilaku yang berlaku pada masyarakat. Batas yang tegas
antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada, dan batas-batas itulah
yang menyebabkan lahirnya stratifikasi atau pelapisan dalam masyarakat.
Mac Iver dalam bukunya yang
berjudul “The Web of Government” menyebutkan ada tiga pola umum system lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan,
yaitu tipe kasta, oligarkis, dan
demokratis.
1) Tipe Kasta
Tipe kasta adalah tipe atau sistem lapisan kekuasaan dengan
garis pemisahan yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada
masyarakat berkasta yang hampir tidak terjadi mobilitas sosial vertikal. Garis
pemisah antara masing-masing lapisan hampir tidak mungkin ditembus.
Puncak piramida diduduki oleh penguasa tertinggi, misalnya
maharaja, raja, dan sebagainya, dengan lingkungan yang didukung oleh kaum
bangsawan, tentara, dan para ahli agama. Lapisan berikutnya berturut-turut
adalah para tukang, pelayan, petani, buruh tani, dan budak.
2) Tipe Oligarkis
Tipe ini memiliki garis pemisah yang tegas, tetapi dasar
pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat tersebut.
Tipe ini hampir sama dengan tipe kasta, namun individu masih diberi kesempatan
untuk naik lapisan. Di setiap lapisan juga dapat dijumpai lapisan yang lebih
khusus lagi, sedangkan perbedaan antara satu lapisan dengan dengan lapisan
lainnya tidak begitu mencolok..
3) Tipe Demokratis
Tipe ini menunjukkan adanya garis pemisah antara lapisan yang
sifatnya mobil (bergerak) sekali. Dalam hal ini kelahiran tidak menentukan
kedudukan seseorang, melainkan yang terpenting adalah kemampuannya dan
kadang-kadang faktor keberuntungan.
7. Fungsi Stratifikasi Sosial
Dalam hidup bermasyarakat, secara tidak langsung setiap anggota
masyarakat digolongkan ke dalam beberapa lapisan berdasarkan kriteria tertentu,
seperti harta, kepemilikan tanah, pendidikan, dan lain-lain. Apakah fungsi
dilakukannya penggolongan atau stratifikasi tersebut?
Dalam kenyataannya, stratifikasi sosial mempunyai fungsi sebagai
berikut.
a. Stratifikasi sosial menyusun alat bagi masyarakat dalam
mencapai beberapa tugas utama. Hal ini dilaksanakan dengan mendistribusikan prestise maupun privelese (hak yang dimiliki seseorang karena
kedudukannya dalam sebuah strata). Setiap strata ditandai dengan pangkat atau
simbol-simbol yang nyata yang menunjukkan rangking, peranan khusus, dan standar
tingkah laku dalam kehidupan. Semuanya diorganisir untuk melaksanakan tugasnya
masing-masing. Penghargaan masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki dan
melaksanakan tugasnya dapat dipandang sebagai insentif yang dapat menarik
mereka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
b. Stratifikasi sosial menyusun, mengatur, serta mengawasi
saling hubungan di antara anggota masyarakat. Peranan, norma, dan standar
tingkah laku dilibatkan dan diperhatikan dalam setiap hubungan di antara strata
yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial cenderung mengatur
partisipasi individu dalam kehidupan secara menyeluruh dalam suatu masyarakat.
Ia memberi kesempatan untuk memenuhi dan mengisi tempat-tempat tertentu, dan
pada pihak lain ia juga dapat membatasi ruang gerak masyarakat. Tetapi terlepas
dari tinggi rendahnya strata yang dimiliki seseorang, stratifikasi berfungsi
untuk mengatur partisipasinya di tempat-tempat tertentu dari kehidupan social
bersama.
c. Stratifikasi sosial memiliki kontribusi sebagai pemersatu
dengan mengoordinasikan serta mengharmonisasikan unitunit yang ada dalam
struktur sosial itu. Dengan demikian, ia berperan dalam memengaruhi fungsi dari
berbagai unit dalam strata sosial yang ada.
d. Stratifikasi sosial mengategorikan manusia dalam stratum yang
berbeda, sehingga dapat menyederhanakan dunia manusia dalam konteks saling
berhubungan di antara mereka. Dalam kelompok primer, fungsi ini kurang begitu
penting karena para anggota saling mengenal secara dekat.
Namun demikian, ia menjadi sangat penting bagi kelompok
sekunder. Hal ini disebabkan para anggota tidak saling mengenal, sehingga sulit
untuk menetapkan aturan tingkah laku mana yang akan digunakan dalam berhubungan
dengan orang lain. Dengan adanya stratifikasi, kesulitan ini relatif dapat
diatasi.
0 comments:
Post a Comment